Lorem

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Ipsum

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Dolor

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.
 

Rumah Adat Gorontalo - Dulohupa

Kamis, 18 November 2010

Kekayaan budaya indonesia luar biasa sekali, beragam rumah tradisional merupakan salah satu inspirasi dalam design Seperti halnya yang terdapat di daerah lain di Indonesia, Daerah Gorontalo pun memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Poboide. Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto Kabupaten Gorontalo. Selain Bandayo Poboide, masyarakat Gorontalo juga memiliki rumah adat yang lain, yang disebut Dulohupa. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau. Dulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga.
Rumah adat Dulohupa atau di kenal dengan nama Yiladia Dulohupa Lo Ulipu Hulondhalo memiliki luas tanah kurang lebih lima ratus persegi. Dilengkapi dengan taman bunga, serta bangunan tempat penjualan souvenir, dan ada sebuah bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama Talanggeda. Pada masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan, untuk memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).


TALANGGEDA
Talanggeda – Garasi Bendi Kerajaan

Rumah Adat Dulohupa terletak di Kelurahan Limba U2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Bangunan ini sering digunakan sebagai lokasi pagelaran budaya serta pertunjukan seni di Gorontalo. Di dalamnya terdapat berbagai ruang khusus dengan fungsi yang berbeda. Gaya arsitekturnya menunjukkan nilai – nilai budaya masyarakat Gorontalo yang bernuansa Islami.
Rumah Adat Dulohupa merupakan gambaran Rumah Adat masyarakat Gorontalo yang berbentuk panggung dengan bentuk atap yang artistik dan pilar-pilar kayu sebagai hiasannya. Kedua tangganya yang terletak disisi kiri dan kanan merupakan gambaran tangga adat yang disebut tolitihu. Dimana Rumah Adat ini berfungsi sebagai balai musyawarah Adat Dulohupa. Nama Dulohupa yang melekat pada Rumah Adat ini merupakan bahasa daerah gorontalo yang berarti mufakat untuk memprogramkan rencana atau balai musyawarah dari kerabat kerajaan.
Bentuk rumah asli masyarakat Gorontalo tempo dulu ini. sudah sedikit dijumpai. Jumlahnya pun tak seberapa. Sekarang ini rumah asli Gorontalo tersebut hanya bisa dijumpai di beberapa tempat. Seperti di seputaran Jalan Pulau Kalengkoan, Jl. Agus Salim, Kelurahan Huangobotu, Kelurahan Biawau serta di Jl. Trans Limboto – Isimu.
Wajah Kota Gorontalo kini semakin ramai. Bangunan rumah, kantor hingga pasar / toko dengan arsitek moderen silih berganti menghiasi kota yang berjuluk serambi madinah ini. Mulai dari gaya Eropa, Yunani hingga minimalis modern. Semoga hal ini, tidak menjadikan rumah adat leluhur peninggalan nenek moyang berupa bangunan rumah yang terbuat dari kayu dan berbentuk panggung, dengan gaya arsitektur tradisional tidak terpinggirkan. Sudah saatnya melestarikan rumah adat daerah gorontalo, agar kelak anak cucu kita bisa mengetahui seperti apa rumah asli dari nenek moyangnya.




Sumber : http://hulondhalo.com/2010/01/rumah-adat-dulohupa/

Rumah Adat Gorontalo - Bandayo Poboibe

Kamis, 11 November 2010

Rumah adat ini terletak di daerah Kabupaten Gorontalo,Limboto. Tepat berhadapan dengan kantor Bupati Gorontalo. Dari desain arsitektur, dapat dilihat adanya kemiripan antara Bandayo Pomboide dengan Kantor Bupati Gorontalo, sehingga dapat dipersepsikan sebagai pertemuan dua era dari akar budaya yang sama.Bandayo Pomboide berarti Rumah Musyawarah Adat, dimana rumah adat ini dijadikan tempat perkumpulan masyarakat Kabupaten Gorontalo, untuk melaksanakan upacara adat, penerimaan tamu kenegaraan, pesta perkawinan adat, hingga kegiatan social dan keagamaan dilangsungkan ditempat ini.
Keseluruhan bangunan Bantayo Poboide ini terbagi atas lima bagian. Yaitu:
  1. Serambi Luar atau Depan.
  2. Ruang Tamu, memanjang dengan sebuah kamar di setiap ujung kanan dan kirinya
  3. Ruang Tengah, merupakan ruangan terluas di antara kelima bagian yang lain. Di Ruang Tengah ini terdapat dua buah kamar terletak di sisi kiri ruangan. Dua buah tempat tidur kayu antik terdapat di masing-masing kamar . Tempat tidur kayu antik ditutupi kelambu dan dihiasi kain-kain bersulam benang emas yang sangat cantik. Di bagian kanan ruangan ini terdapat seperangkat pelaminan khas Gorontalo, Lima boneka seukuran manusia berdiri di kedua sisi pelaminan. Sepasang boneka laki-laki dan perempuan berpakaian adat berada di sisi kanan pelaminan. Sementara tiga boneka lain, yang menggambarkan sebuah keluarga kecil, berada di sisi kanan pelaminan. Ketiganya memakai pakaian adat bergaya muslim yang kaya warna dan penuh bersulam benang emas
  4. Ruang Dalam, memiliki luas dan bentuk sama dengan Ruang Tamu. Dua buah kamar juga terdapat di masing-masing di ujung kanan dan kiri ruangan ini. Selain pintu dalam kamar-kamar di Bagian Dalam ini juga mempunyai pintu yang menuju ke serambi samping.
  5. Ruang Belakang adalah lokasi dapur, Kamar mandi, dan kamar-kamar kecil. Beberapa kamar di Ruang Belakang ini letaknya berderet dan memanjang. Sementara ujung kanan dan kirinya terdapat sebuah pintu menuju serambi samping.
Sumber : http://visitgorontalo.com/detail_seni&budaya.php?item=1234154193

Tari Saronde Khas Gorontalo

Tari Saronde adalah tari pergaulan keakraban dalam acara pertunangan. Tari pergaulan keakraban dalam acara resmi pertunangan di Gorontalo. Tarian ini diangkat dari tari adat malam pertunangan pada upacara adat perkawinan daerah Gorontalo. Tarian ini dilakukan di hadapan calon mempelai wanita. Tentu penarinya adalah calon mempelai laki-laki bersama orang tua atau walinya. Ini adalah cara orang Gorontalo menjenguk atau mengintip calon pasangan hidupnya.

Dalam bahasa Gorontalo, tarian ini adalah sarana molihe huali yang berarti menengok atau mengintip calon istri. Setelah melalui serangkaian prosesi adat, calon mempelai pria kemudian mulai menari Saronde bersama ayah atau wali. Mereka menari dengan selendang. Saronde sendiri terdiri dari musik dan tari dalam bentuk penyajiannya. Musik mengiringi tarian Saronde dengan tabuhan rebana dan nyanyian vokal, diawali dengan tempo lambat yang semakin lama semakin cepat. Iringan rebana yang sederhana merupakan bentuk musik yang sangat akrab bagi masyarakat Gorontalo yang kental dengan nuansa religius.
Dengan tarian ini calon mempelai pria mencuri – curi pandang untuk melihat calonnya. Tari Saronde dipengaruhi secara kuat oleh agama Islam. Saronde dimulai dengan ditandai pemukulan rebana diiringi dengan lagu Tulunani yang disusun syair-syairnya dalam bahasa Arab yang juga merupakan lantunan doa – doa untuk keselamatan.
Sementara calon mempelai wanita berada di dalam kamar dan memperhatikan pujaan hatinya dari kejauhan atau dari kamar. Menampakkan sedikit dirinya agar calon mempelai pria tahu bahwa ia mendapat perhatian. Sesekali dalam tariannya ia berusaha mencuri pandang ke arah calon mempelai wanita. Dalam penyajiannya, pengantin diharuskan menari, demikian juga dengan orang yang diminta untuk menari ketika dikalungkan selendang oleh pengantin dan para penari.

Sumber : http://hulondhalo.com/2009/12/tari-saronde/

Tari Dana-Dana Khas Gorontalo

Salah satu warisan nenek moyang kita yang perlu dilestarikan yakni Seni Tari. Olah gerak nan elok ini menampilkan serta menceritakan tentang kehidupan masyarakat melalui gerakan tari. Selain Tari Saronde, Tari Dana-dana merupakan salah satu dari seni budaya asli Gorontalo. Tari ini menampilkan gerakan yang harus diikuti oleh seluruh anggota badan dan menggambarkan pergaulan keakraban remaja. Salah satu tarian khas gorontalo yang biasanya ditarikan pada saat hajatan berupa acara perkawinan atau pesta rakyat dan pagelaran seni budaya. Keunikannya tari ini didominasi oleh gerakan-gerakan yang dinamis mengikuti irama musik gambus dan rebana serta lagu berisi pantun bertemakan percintaan, atau nasehat – nasehat yang berhubungan dengan pergaulan remaja.
Tari Dana-Dana diangkat dari Bahasa Daerah Gorontalo, yakni dari dua kata : Daya-Dayango dan Na’o-Na’o. Daya-Dayango artinya menggerakkan seluruh anggota tubuh. Anggota tubuh yang dimaksud yakni tangan, kaki, dada, perut dan pinggul menurut ritme tertentu. Sedang Na’o-Na’o artinya sambil berjalan. Jadi, jika digabungkan dan diartikan menjadi menggerakkan seluruh anggota tubuh sambil berjalan.
Tarian dana-dana hadir di Gorontalo sejak tahun 1525 M atau saat Agama Islam masuk di daerah ini. Tarian ini pertama kali ditampilkan pada acara pernikahan Raja Sultan Amay dengan Putri Owotango. Saat itu, seusai prosesi pernikahan masuklah pada acara pertunjukkan tarian rakyat yang diantaranya adalah Tari Dana-Dana.
Ketatnya ajaran Islam dan norma adat-istiadat masyarakat Gorontalo pada waktu itu, mengalami kendala untuk menampilkan tarian ini secara berpasang-pasangan. Alasannya cukup masuk akal, tidak mengizinkan pria dengan mudah menyentuh wanita yang bukan muhrimnya. Sehingga tarian dana-dana yang diangkat dari salah satu tarian pergaulan muda-mudi waktu itu ditampilkan hanya dilakoni oleh laki-laki saja dengan jumlah 2 sampai 4 orang.
Tarian Dana-dana ini terus mengalami metamorfosis, di modifikasi dan di sesuaikan dengan keadaan zaman. Hal ini dilakukan agar tarian dana-dana yang dimainkan sepasang muda – mudi itu mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka di daerah gorontalo terdapat tiga jenis tarian dana-dana, Tari Dana-Dana Asli yang merupakan tarian dana-dana peninggalan leluhur yang gerakannya belum terkontaminasi oleh zaman, Tari Dana-Dana Modern dan Tari dana-Dana Kreasi, kedua tarian ini merupakan penjabaran dari tarian dana-dana asli.
Walaupun telah di modifikasi sedemikian rupa, tarian dana-dana modern dan kreasi ini tidak bertentangan dengan syariat Islam, dimana khususnya untuk pakaian penari wanita yang tetap di haruskan menggunakan busana tertutup serta jilbab sebagai ciri khas seorang muslimah.
Tarian dana-dana yang mengalami modifikasi dari tarian asli nampak jelas pada jumlah personil penari yang terdiri atas pasangan laki-laki dan perempuan serta pakaian yang kini ditata dengan busana takowa kiki, memakai songkok dan berlilitkan sarung di pinggang. Meskipun telah di modifikasi, akan tetapi hal itu tidak mengurangi nilai dari tarian dana-dana yang aslinya.
Tarian dana-dana modern dan klasik merupakan gabungan antara tari dana-dana yang asli dan cha-cha. Dengan maksud agar banyak peminatnya terutama para pemuda. Kenapa harus dilakukan modifikasi? Hal ini tidak terlepas dari perkembangan zaman yang sudah semakin maju sehingga para budayawan mencoba membuat tarian dana-dana tetap menarik untuk ditampilkan dan dipelajari, terutama oleh generasi muda Gorontalo.

Lorem

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Ipsum

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Dolor

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.